Pendidikan Politik Perempuan Api Kartini Sebagai Respon Atas Maraknya Penindasan Terhadap Perempuan
Garismassa.org - Di era sekarang ini modernisasi berkembang begitu sangat pesatnya. Hal demikian turut pula pempengaruhi pergeseran sikap dan mentalitas warga masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan zaman yang ada. Kemajuan dibidang teknologi informasi khususnya, telah merubah banyak hal yang dulu mungkin saja tidak pernah terfikirkan oleh banyak orang, kini terjadi dengan amat mebakjubkan.
Namun, kemajuan yang telah banyak mentransformasikan berbagai hal tersebut tidak melulu mengarah pada hal-hal yang positif. Di media sosial khususunya, seperti yang dirilis oleh Firma Keamanan Digital dalam risetnya, Norton, 76 persen dari 1.000 responden wanita yang berusia dibawah umur 30 tahun pernah mengalami pelecehan seksual secara online. Media sosial memang menjadi trand yang hampir semua orang dari berbagai kalangan menggunakannya, dari orang tua hingga anak-anak bahkan dibawah umur sekalipun. Secara global, pada Januari 2018 dari 4 milyar yang menggunakan internet, pengguna aktif media sosial berjumlah 3,2 milyar. Adapun platform media sosial yang paling sering digunakan oleh remaja saat ini antara lain: Facebook, Twitter, Youtube, Tiktok, Line, Instagram dan Whatsapp pdf.
Munculnya berbagai fitur tersebut kemudian dimanfaatkan oleh remaja untuk mengekspresikan lifestyle nya dalam bentuk yang beragam seperti foto, vidio, yang menarik, serta status yang merepresentasikan perasaannya dengan lebih pede untuk disebarkan secara luas di dunia maya yang mudah dilihat oleh siapa saja, dari sinilah kadangkala pelecehan seksual terjadi terhadap perempuan. Itu artinya, perempuan selalu menjadi target untuk digoda dan diganggu dengan akses chat maupun media sosial yang menjadi konsimsi publik. Menggoda dan mengganggu di media sosial sama tidak nyamannya dengan siulan dan godaan terhadap wanita yang sedang berjalan melewati laki-laki yang nongkrong di jalanan.
Indonesia nampaknya belum bisa untuk beranjak dari ketimpangan Gender. Hal itu dilihat dari maraknya kekerasan seksial bahkan yang lebih lebih nahas terjadi di banyak dunia pendidikan. 2017 lalu, Badan Pusat Statistik merilis hasil survei nasional yang menyebut satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya. Sementara Komnas Perempuan mencatat sepanjang 2018 ada 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan presentase meningkat sebesar 14 persen dari tahun sebelumnya.
Untuk merespon peristiwa tersebut, Aksi Perempuan Indonesia Kartini (API KARTINI) Serang Banten, menyelenggarakan Pendidikan Politik Perempuan untuk mengkampanyekan posisi perempuan yang selama ini dinilai timpang, (Sabtu, 29 Februari 2020).
Seperti yang di sampaikan Pupah, selaku Ketua Api Kartini Serang, dalam sesi wawancaranya dengan para wartawan, perempuan tidak bisa terus menerus dijadikan objek pelecehan dan kekerasan seksual. Untuk itu, ia mengajak semua perempuan dari berbagai kalangan untuk menyadari posisinya sebagai insan yang egaliter dengan laki-laki. Kondisi-kondisi yang semakin mengikis eksistensi perempuan sebagai insan yang setara memang harus banyak dilakukan mengingat setiap tahunnya kekerasan-kekerasan seksual terus bertambah.
"Perempuan memiliki peran yang vital. Dan fakta itu bagaimanapun ga bisa dibantah. Dengan dikpol ini kami ingin memulainya untuk merekonstruksi peran perempuan yang dasarnya egaliter itu", kata Pupah.
Dikpol yang digelar di Gedung Dispora Banten tersebut juga menghadirkan beberapa Aktivis perempuan antara lain: Diena Mondong, Fen Budiman dan Siti Rubaidah yang semuanya merupakan pengurus pusat API KARTINI.
Dikpol ini untuk kedua kalinya dilaksanakan di Banten untuk terus menguatkan kampanye kesetaraan gender dan menggerus budaya patriarkis yang terhitung masih tinggi di Indonesia sebagai sisa-sisa budaya feodalisme yang masih tertinggal. Dalam dikpol ini peserta diberi muatan materi-materi yang antara lain: Asal-usul Penindasan Perempuan, Kepemimpinan Perempuan, Kesehatan Reproduksi, Advokasi, Sexs Gender dan Seksualitas, Mengenal Koperasi dan Akar Penindasan Dalam Politik.