Omnibus Law, Covid-19 dan Sikap Strategis Kelompok Gerakan Massa

Doc: aksi menolak ruu omnibus law cipta kerja
garismassa.org - Indonesia tengah dihadapkan pada situasi yang pelik. Disatu sisi pemerintah bersama sekutu kompradornya mengupayakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan meski dalam tekanan dan penolakan massa yang terus bergulir, disisi yang lain wabah Covid-19 tengah memporak porandakan ketenangan rakyat meski pada awalnya Indonesia menjadi satu-satunya Negara yang arogan menanggapi bahaya virus Corona ini.

Sontak yang semula isu RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini menjadi trending dikalangan rakyat, konsumsi publik segera beralih terhadap wabah Corona yang sudah menjalar kemana-mana ini. Yang terjadi akhirnya, rakyat lebih takut tertular virus ketimbang harus takut terhadap Omnibus Law yang akan mengancam keberlangsungan hidup pekerja/buruh, Pekerja perempuan, petani, ekologi, pendidikan dan lain sejabanya.

Dalam porsi yang demikian, agaknya kita memang tidak bisa menganggap Omnibus Law Cipta Kerja ini menjadi issu yang biasa-biasa saja atau bahkan menganggap suatu hal yang tidak lebih genting dibandingkan dengan virus Corona. Dan jika hal ini terjadi ditengah-tengah publik, tidak lain itu karena hegemoni pemerintah dan media meinstream yang dengan kecapakapannya mampu mengalihkan opini publik.

Opini publik yang sudah terbangun sejak beberapa pekan terakhir, diperparah dengan ringan tangannya pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan. Sebisa mungkin rakyat diperintahkan untuk tidak berkerumun di tempat-tempat ramai. Sejumlah perbelanjaan ditutup, sekolah, perguruan tinggi, Industri, sebagian bandara, bahkan tempat wisata ikut ditutup meski ada alternatif lain yang diberlakukan. Seperti dalam sekolah dan perguruan tinggi misalnya, hampir di semua daerah mengalihkan sistem belajar mengajar dengan jarak jauh atau sistem Kuliah Online.

*Lantas, dari mana massa bisa mengambil peran untuk terus melawan meski dalam kondisi rakyat, pelajar, buruh dan yang lainnya ngurung diri di rumah?

Salah satu indikator khawatirnya masyarakat untuk melakukan aktifitas di luar adalah karena sulitnya masyarakat mendapatkan barang-barang yang bisa mengantisipasi penularan virus Corona ini seperti masker dan hand sanitizer. Di hampir semua pusat berbelanjaan, untuk menemukan masker dan hand sanitizer sekarang sulit ditemukan. Kasus-kasus terakhir yang mencuat, ada banyak toko menimbun barang ini atau bahkan memberlakukan hukum pasar dimana ketika permintaan melonjak drastis, maka harganya pun ikut drastis pula. Kabar yang lain yang membuat barang-barang tersebut langka di pasaran adalah karena ternyata barang-barang itu di borong oleh pihak Cina.

Dalam keadaan sulit untuk membangun solidaritas seperti ini, melakukan perlawanan dengan massa yang seadanya memang sebuah keniscayaan. Tetapi melawan bukan sebatas demonstrasi belaka, mengkampanyekan secara luas di media sosial, media alternatif, petisi online juga merupakan bagian perlawanan yang dalam era milenial ini dibilang efektif dan trand meski legitimasi moralnya tidak sekuat perlawanan secara langsung untuk menekan penguasa.

Dengan propaganda seperti itu, transformasi kesadaran dalam bentuk virtual diharapkan bisa membangun kesadaran massa secara luas dan ketika momentumnya sudah datang, solidaritas bisa terus berdatangan dari berbagai kalangan seperti aksi-aksi besar sebelum sebelumnya.

Penguatan opini publik tentang 'ketertindasan' akibat RUU Cipta Kerja ini memang sudah harus menjadi pekerjaan mendesak bagi kaum-kaum intelegensia sekarang dengan berbagai upaya gerakan se dinamis mungkin agar bisa relevan dengan kondisi-kondisi mendesak sekalipun.

Instagram

 *Mengapa harus melawan meski Issu Corona kian mewabah?

Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa kita rasionalkan untuk terus mendorong kesadaran massa untuk melawan.

Alasan pertama: Seperti kita ketahui, sejak pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan dua WNI positif terpapar corona virus tertanggal 2 Maret 2020 lalu, yang dari kasus keduanya menjadi pangkal berawalnya penyebaran virus masuk ke Indonesia, nampaknya, keadaan demikian tidak membuat surut pemerintah untuk terus memantau progressifitas DPR dalam membahas draft RUU Sapu Jagat Cipta Kerja ini.

Per 6 Maret 2020, Presiden mengumpulkan pimpinan partai yang menjadi koalisinya di Istana Negara dan menanyakan mengenai sejauh mana perkembangan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini di bahas di DPR. Dalam masa-masa itu, kita bisa saja memberi opini terhadap pemerintah, bahwa ternyata disamping sikapnya yang arogan terhadap penyebaran wabah Corona ini, pemerintah juga tidak sigap dan serius dalam menangkal Corona Virus yang merangkak ke permukaan seperti sekarang.

Kesimpulan ini diambil dari sikapnya untuk memilih membahas Ruu Cipta Kerja bersama sekutu oligarkynya itu dibandingkan membahas kemungkinan-kemungkinan kedepan atas maraknya wabah corona ini.

Alasan kedua: draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini akan disahkan di DPR yang mayoritas anggotanya bersekongkol dengan koorporasi yang menguasai 112 anggota DPR dari berbagai lintas partai. Untuk menguatkan (katanya) partisipasi publik, koalisi pemerintah menyisir pihak oposisi untuk mencari dukungan agar di parlemen semua pihak clear. Padahal kita tahu, hal itu dilakukan berangkat dari kekhawatiran pemerintah jika suatu waktu pihak oposisi melakukan gerakan ekstra parlementer jika tidak disisir terlebih dahulu. Juga untuk meminimalisir agar tidak melebarnya gelombang massa yang kedepan di prediksi akan menguat.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url