ADS


Korupsi Akademik: Apakah Mahasiswa Hanya Komoditas?

Foto aksi EK-LMND Serang merespon issu pendidikan didepan kantor DPRD Banten. Sumber foto pribadi

Pendidikan adalah hak fundamental yang melekat pada setiap warga negara, sehingga negara berkewajiban menjamin akses pendidikan yang berkualitas dan merata sebagai manifestasi dari kewajiban konstitusionalnya, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945.

Ayat tersebut menyatakan bahwa "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Ini berarti bahwa negara memiliki kewajiban untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh warga negara, tanpa diskriminasi dan kesenjangan. 

Dengan demikian, pendidikan menjadi hak fundamental yang harus dijamin oleh negara bagi setiap warga negara Indonesia.

Namun dalam perjalanannya, alih-alih melaksanakan amanat UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1), negara justru lepas tangan bahkan dilepaskan pada mekanisme pasar.

Selain itu, dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 26 yang telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999,  juga ditegaskan bahwa pendidikan adalah hak universal yang harus dijamin oleh negara, dapat diakses oleh semua pihak serta harus diarahkan untuk mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuan individu secara maksimal dan tidak boleh diorentasikan menjadi bisnis.

Pendidikan merupakan investasi masa depan bangsa, bukan komoditas yang dijual untuk keuntungan segelintir pihak. Pendidikan harus diorientasikan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebab pendidikan adalah sarana pemberdayaan masyarakat.

Pendidikan yang diorientasikan menjadi bisnis menyebabkan meningkatnya ketidaksetaraan pendidikan, karena hanya mereka yang memiliki kemampuan finansial yang dapat mengakses pendidikan yang berkualitas. 

Selain itu, tingkat komersialisasi pendidikan juga melonjak, sehingga membuat pendidikan menjadi lebih fokus pada keuntungan dibanding kualitas pendidikan.

Dalam konteks Perguruan Tinggi Swasta (PTS), mahasiswa dianggap sebagai sumber pendapatan, dimana mahasiswa membayar biaya kuliah dan biaya lainnya untuk mendapatkan layanan pendidikan. 

Jika Perguruan Tinggi Swasta (PTS) lebih memprioritaskan keuntungan daripada kualitas pendidikan, maka mahasiswa dapat dianggap sebagai komoditas yang dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan bukan sebagai individu yang memiliki hak dan kepentingan sendiri.

Beberapa contoh yang menggambarkan mahasiswa sebagai komoditas adalah :
  1. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang memprioritaskan penerimaan mahasiswa baru untuk meningkatkan pendapatan, tanpa memperhatikan kualitas pendidikan yang diberikan.
  2. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang menawarkan gelar akademik yang tidak sesuai dengan standar kualitas pendidikan yang berlaku.
  3. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang membebankan biaya tambahan kepada mahasiswa untuk mendapatkan layanan pendidikan yang seharusnya sudah termasuk dalam biaya kuliah.
Tiga point tersebut dapat dikatakan sebagai korupsi akademik sebab melakukan tindakan yang tidak etis, dilakukan untuk memperoleh keuntungan pribadi. 

Tindakan tersebut merusak integritas akademik serta mempengaruhi kualitas pendidikan. Korupsi akademik juga dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan.

Di Perguruan Tinggi Swasta (PTS), praktik jual beli nilai masih menjadi fenomena yang  eksis hingga saat ini. Fenomena yang merugikan, memalukan, dan merusak integritas akademik serta merusak masa depan bangsa. 

Hal tersebut bukan hanya merugikan mahasiswa, tetapi juga dapat merugikan masyarakat luas. Misalnya, jika seorang mahasiswa membeli gelar akademik dibidang kedokteran, maka ia tidak akan mempunyai kemampuan untuk menjadi dokter yang kompeten, sehingga dapat membahayakan pasien.

Lebih miris dari itu, praktik jual beli nilai kepada mahasiswa yang telat bayar UKT dengan dikenakan biaya tambahan lainnya di luar biaya kuliah merupakan bentuk korupsi akademik yang sangat merugikan. 

Praktik ini tidak hanya memanfaatkan kelemahan mahasiswa yang telat bayar UKT, tetapi juga merusak integritas akademik dan mengurangi kualitas pendidikan. 

Mahasiswa yang menjadi korban praktik ini dipaksa untuk membayar biaya tambahan yang tidak jelas dan tidak transparan, sehingga mereka merasa tertekan dan tidak adil. 

Maka dari itu, praktik ini harus diatasi dengan serius dan tegas oleh pemerintah dan institusi pendidikan untuk memastikan bahwa integritas akademik dan kualitas pendidikan dapat dipertahankan.

Selain korupsi akademik yang merusak integritas pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia juga dihadapkan pada tantangan lebih luas yang memerlukan reformasi komprehensif untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan.

Sebab, sistem pendidikan di Indonesia saat ini lebih memprioritaskan kuantitas daripada kualitas. Fokus utama institusi pendidikan adalah untuk menyerap peserta didik baru sebanyak-banyaknya dan meluluskan mereka secepat-cepatnya, tanpa memperhatikan peningkatan kompetensi (skill) peserta didik.

Sistem pendidikan di Indonesia saat ini memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki untuk menghasilkan lulusan yang lebih siap dan kompeten didunia kerja.

Berikut beberapa contoh kelemahan sistem pendidikan saat ini:
  1. Kurangnya penekanan pada pengembangan keterampilan: Kurikulum pendidikan di Indonesia lebih fokus pada penguasaan materi teoritis daripada pengembangan keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja.
  2. Penilaian yang lebih fokus pada hasil tes: Penilaian di institusi pendidikan lebih fokus pada hasil tes dan nilai akademik, daripada kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam situasi nyata.
  3. Kurangnya perhatian pada kebutuhan industri: Institusi pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan kebutuhan industri dan dunia kerja, sehingga lulusan yang dihasilkan tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Akibatnya, jumlah pengangguran dari lulusan akademik terus meningkat. Hal ini karena lulusan tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja, sehingga mereka tidak dapat bersaing di pasar kerja.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia, seperti:
  1. Reformasi kurikulum: Kurikulum pendidikan harus lebih fokus pada pengembangan keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja.
  2. Menggunakan metode penilaian yang lebih komprehensif: Penilaian di sekolah harus lebih komprehensif, tidak hanya fokus pada hasil tes, tetapi juga pada kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam situasi nyata.
  3. Meningkatkan kerja sama dengan industri: Institusi pendidikan harus meningkatkan kerja sama dengan industri dan dunia kerja, sehingga lulusan yang dihasilkan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
  4. Mengembangkan kebijakan pendidikan yang lebih efektif: Kebijakan pendidikan harus dikembangkan untuk memastikan bahwa pendidikan di indonesia dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri.
Sistem pendidikan di Indonesia saat ini lebih memprioritaskan kesiapan kerja daripada pemahaman mendalam terhadap ilmu pengetahuan. 

Hal tersebut menyebabkan kurangnya penekanan pada pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang esensial, sehingga siswa kurang siap untuk menghadapi kompleksitas tantangan di dunia kerja. 

Oleh karena itu, perbaikan sistem pendidikan yang komprehensif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menghasilkan lulusan yang lebih siap dan kompeten, serta memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat. 

Dengan demikian, upaya yang serius serta berkelanjutan harus dilakukan untuk memperbaiki sistem pendidikan, sehingga dapat menghasilkan generasi yang lebih cerdas, kreatif, dan inovatif.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url