Gerakan Mahasiswa Dari Masa ke Masa Dalam Mewujudkan Persatuan Nasional
Gerakan mahasiswa pada prakteknya tidak semata-mata tanpa historis. Gerakan mahasiswa telah melewati sejarah yang panjang dan secara geografis mempunyai cakupan yang luas. Bahkan, gerakan mahasiswa Indonesia merupakan gerakan dari bagian sejarah dari gerakan mahasiswa di dunia. Contoh gerakan mahasiswa yang pernah dibuktikan dan patut menjadi contoh adalah gerakan Mahasiswa Amerika Latin yang melakukan aksi-aksi diawali dari adanya Manifesto Cordoba di Argentina pada tahun 1918. Manifesto Cordoba merupakan deklarasi mahasiswa yang menuntut adanya otonomi akademik universitas dan keterlibatan mahasiswa dalam mengelola administrasi di universitas. Manifesto Cordoba pun menjadi deklarasi hak mahasiswa yang pertama di dunia, pada sejak saat itu mahasiswa telah memainkan perannya secara militan di kehidupan politik. Hal tersebut berangkat dari adminstrasi lama yang tidak pernah memberikan ruang pembaharuan kurikulum dan adanya ajaran yang membuat orang ketakutan ketika ingin melakukan suatu perubahan. Program reformasi total yang diinginkan mahasiswa berusaha mendobrak pandangan konservatif akan universitas, dengan memberikan independensi penuh pada universitas dari kooptasi kepentingan politik pemerintah, juga memberikan kesempatan mahasiswa untuk berbagi kekuasaan dalam kampus.
Program reformasi total yang diinginkan mahasiswa, berusaha mendobrak pandangan konservatif akan universitas, dengan memberikan independensi penuh pada universitas dari kooptasi kepentingan politik pemerintah, juga memberikan kesempatan mahasiswa untuk berbagi kekuasaan dalam kampus. Hal ini merupakan refleksi atas kondisi sosial politis di Amerika Latin yang dikuasai pemerintahan otoriter, yang jangkauan kekuasaannya juga masuk ke dalam ranah akademik universitas.
Pada kondisi objektif itulah kemudian menyebabkan gerakan mahasiswa secara bertahap memperluas tuntutannya pada hal yang lebih bersifat politis, yaitu perlawanan pada rezim yang otoriter. Hal ini karena adanya kesadaran bahwa kebijakan universitas tersebut hanya sebatas symptom (gejala), perlu penghajaran pada akar penyakitnya. Perlawanan atas rezim tersebut dilakukan dengan membentuk berbagai aliansi dan front bersama buruh dan petani sehingga dalam kenyataannya mahasiswa tidak bergerak sendiri. Dalam jangka waktu 20 tahun, perlawanan mahasiswa dari Argentina ini menyebar ke seluruh Amerika Latin. Di Peru tahun 1919, Chili 1920, Kolumbia 1924, Paraguay 1927, Brazil dan Bolivia 1928, Meksiko 1929, Kosta Rika 1930, dan Kuba pada tahun 1933 dan 1952.
Setiap negara memiliki karakternya masing-masing, sehingga tingkat keberhasilan dan durasi pencapaiannya pun berbeda-beda. Ada yang menang dengan menggulingkan rezim otoriter, ada juga yang hanya setengah-setengah dengan mendapatkan otonomi sementara. Namun setidaknya, mahasiswa Amerika Latin mengajarkan kepada kita jika tuntutan akademis dan aktivitas politik merupakan dua hal yang saling melengkapi, bukan saling bertentangan.
*Gerakan Mahasiswa di Indonesia*
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta, berdirinya suatu wadah perjuangan yang pertama kali mempunyai struktur pengorganisasian modern, yaitu Boedi Oetomo, didirikan oleh pemuda pelajar mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah organisasi ini tentu merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari Primordialisme Jawa yang ditampilkannya. Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan: Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan Boedi Oetomo sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu organisasi ini berkembang maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota. Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia tahun 1925.
Pasca Kemerdekaan Indonesia*
Gerakan mahasiswa kembali menjadi bagian terpenting dalam tinta sejarah bangsa Indonesia dengan semangat persatuan nasional. Setelah tragedi 1966 berdarah atas kepentingan rezim Soeharto untuk merebut kekuasaan dari Soekarno waktu itu menjadi catatan kelam bangsa Indonesia. Keterlibatan Amerika dengan CIA nya untuk menjatuhkan Soekarno demi mendapatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia harus mampu dianalisa oleh masyarakat Indonesia, dengan berbagai penuh tekanan Soekarno mundur dari jabatannya dan di gantikan oleh Soeharto.
Berbeda dengan generasi 1966 yang dekat dengan kekuatan militer, generasi 1974 justru berkonfrontasi dengan militer, konfrontasi tersebut di sebut sebagai peristiwa Malapetaka 15 Februari (Malari), dimana waktu itu kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei, di Pangkalan Udara Perdanakusuma disambut dengan aksi demonstrasi yang berujung ricuh. Masa bulan madu antara mahasiswa dan pemerintah juga dengan investor asing dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang sudah terjalin mesra sejak jatuhnya Soekarno ada tahun 1966 pun berakhir. Pada saat itu massa mengambil alih jalan selama kunjungan Perdana Menteri Tanaka, mereka melakukan aksi protes yaitu antiasing dengan menolak produk Jepang.
Gerakan ini berlanjut sampai 1978, meminta Presiden Soeharto mundur. Peristiwa tersebut berbuntut ditangkap dan diadili banyak aktivis mahasiswa. Sejak itu, pemerintahan Soeharto menerapkan langkah untuk membungkam setiap gerakan mahasiswa. Depolitisasi mahasiswa dan mengintegrasikan kampus menjadi bagian birokrasi Negara jadi langkah pemerintah. Itu berakibat penghancuran infrastruktur politik mahasiswa. Kegiatan mahasiswa dikontrol birokrasi kampus (Rektorat) yang merupakan perpanjangan tangan negara.
Sejak saat itu, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa. Konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) diberlakukan secara paksa oleh pemerintah.
Sejak NKK/BKK dibentuk mahasiswa tak lagi terlibat dalam politik kampus dan nasional. Model gerakan mahasiswa berubah total dari pola gerakan jalanan (demonstrasi) ke pola yang lebih “aman” berupa kajian intelektual. Memprihatinkan. Sejalan dengan itu, muncullah berbagai kelompok studi sebagai ajang aktualisasi. Model kajian ini dapat dikatakan sebagai investasi gerakan yang pada akhirnya meledak pada tahun 1997, saat Indonesia dilanda krisis moneter dan mahasiswa pun kembali melakukan gerakan serta menuntut Soeharto mundur. Gerakan mahasiswa dan massa rakyat diwarnai berbagai kerusahan di Jakarta terutama di kota-kota besar lainnya. Peristiwa Cimanggis, Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, serta tragedi Lampung. Puncak itu terjadi pada 1998, ketika mahasiswa dan massa rakyat Indonesia secara bersama dengan menyerukan "Turunkan Soeharto" yang telah menjabat presiden selama 32 tahun.
Soeharto diturunkan karena terjadi penyalahgunaan kekuasaan, termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Di sinilah periode emas gerakan mahasiswa. Perubahan politik nasional pada 1998 dikenal dengan istilah “gerakan reformasi”. Namun ia tidak serta merta membawa perubahan menyeluruh dalam sendi kehidupan masyarakat. Berbagai rezim berganti: Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono, bahkan sampai rezim Jokowi yang saat ini, perubahan yang dicita-citakan mahasiswa belum banyak memenuhi harapan. Di sinilah harapan gerakan mahasiswa berperan, kondisi objektif hari ini harus dilakukan gerakan yang massif sehingga akar dari permasalahan yang selama ini mencengkram massa rakyat Indonesia bisa terlepas, disitulah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menyerukan sebuah "Persatuan Nasional" demi mewudukan massa rakyat adil dan makmur.
Oleh: Nahrul Muhilmi (Departemen Agitprop EW-LMND Banten)