Jalan Negara Di Dunia Pendidikan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Atau Mengajarkan Takluk Pada Korporasi?
Persoalan perguruan tinggi akan selalu melilit masyarakat yang menumpahkan harapanya pada sektor pendidikan. Kendati demikian dunia pendidikan di Indonesia semakin hari semakin meroket. Hal ini dapat diuji dari tingkat penerimaan peserta didik baru yang semakin tinggi jumlahnya di setiap tahun. Namun jumlah yang ada belum seberapa untuk mampu ditampung di dunia pendidikan akibat dari sulitnya mengakses pendidikan secara gratis dan bermutu. Juga masih banyak tingkat putus sekolah di wilayah-wilayah terpencil akibat tidak adanya pemerataan dalam sektor vital ini.
Kondisi objektif dunia pendidikan di Indonesia menjadi jurang pemisah antara harapan kolektif rakyat dengan hanya golongan-golongan tertentu saja yang dapat menikmati akses pendidikan yang bermutu. Bagaiamana dengan pemuda desa? Ada memang beberapa yang merasakan angin panas perguran tinggi, tapi mayoritasnya di sandra dalam kemelut ekonomi sehingga semakin terlihat pendidikan formal yang ingin ditempuh tergantung di menara gading yang mencengkram langit, artinya ini menunjukan akses masuk perguran tinggi semakin menjauhkan rakyat miskin desa dan harapan-harapan yang ingin diraihnya. Maka orang-orang yang sedang tercebur di perguruan tinggi sejatinya representatif kesadaran rakyat dalam mengemban perubahan-perubahan di segala lini dalam dunia pendidikan.
Selain itu sistematika dunia pendidikan yang kapitalistik semakin akut dan akan terus menjelma dalam perkembangan dunia pendidikan. sistem ini tidak lain strategi negara dalam memonopoli sendi-sendi pendidikan kita. Alih-alih negara mengkampanyekan visionaritas dalam terciptanya sumber daya manusia melalui pendidikan, akan tetapi pendidikan kita sengaja dikemas negara selain untuk memproduksi pekerja murah pun demikian meliberalisasi pendidikan tersebut. Kemudian Rezim diskursif saat ini mengikat perguruan tinggi dalam aspek yuridis, beberapa peraturan semakin bertaburan sehingga keran liberalisasi terbuka lebar, pokok pangkal sistem ini tidak beda jauh dengan penindasan dunia pendidikan diera baru.
Lepas dari itu UKT/BKT perguruan tinggi semakin menggila, negara mengekspor Kebijakan keseluruh perguruan tinggi di Indonesia tidak lain adalah menggunakan unsur yang kapitalistik, keterlibatan pemodal sebagai akar dalam menempatkan regulasi-regulasi yang di cetuskan.
Disparitas dalam biaya kuliah sudah lama terjadi hingga membabi buta. Sudah tidak rasional lagi kebijakan yang diterapkan oleh negara justru mempersulit dan semakin menindas. Hari ini mahasiwa di hadapakan dengan berbagai macam persoalan seperti biaya kuliah yang semakin mahal, Ruang demokrasi semakin dipersempit, menjalankan peraturan-peraruran titipan pemodal yang kemudian hal inilah yang menjadi gejala di universitas. Akhir daripada sistem ini bermuara pada pasar, memang sudah gila negara ini, negara macam apa yang sengaja merasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat, seperti pendidikan dan lain sebagainya.
Bokbroknya perguruan tinggi terlihat dari birokrasi yang lumpuh, selain itu rektor juga memenjarakan dirinya sendiri dalam perbudakan negara, maka hal ini berimbas pada mahasiswa.
Rektor layaknya senjata negara dalam meredam segala upaya mahasiswa secara terstruktur dan massif. Mahasiswa yang menentang regulasi kampus akan dikerdilkan bahkan yang tragisnya di drop out dari kampus.
Beberapa mahasiswa di perguruan tinggi seringkali memprotes soal melangitnya biaya kuliah, selain itu aksi demonstrasi mahasiwa juga terlihat dibeberapa universitas namun hasilnya nihil, karena memang tidak ada persatuan yang mengikat mahasiwa. Disamping itu intervensi kampus juga berperan penting dalam upaya mengintimidasi mahasiswa yang bersikap kritis, belum lagi keterlibatan senior mahasiswa hanya menjadi alat dalam mempermudah kebijakan rektor, artinya ini mereduksi esensi mahasiswa yang memang secara moralitas mengemban kesadaran dalam garda peruabahan.
Jika kita kupas lagi rektor justru berada dalam kelas berkuasa, menempatkan dirinya dalam posisi berkiblat pada pemodal, dengan ini tidak heran sirkulasi yang terjadi bahwa rektor merupakan kaki tangan pemodal.
Sebagai contoh di kampus tempat saya melintasi berbagai macam fikiran, Mahasiwa sering memprotes kebijakan kampus dan sistem pendidikan nasional, bahkan sampai pada tahap aksi demonstrasi di dalam kampus, upaya-upaya dalam menekan UKT/BKT seringkali tidak menyasar dan hanya menghasilkan asap dalam perlawanannya tersebut. Metode perlawanan ini harus diperbaharui karena memang pendidikan utama mahasiswa adalah kesadaran terhadap asas kampusnya sendiri, perlawanan-perlawanan yang tercecer harus diikat dalam wujud persatuan, solidaritas penuh yang kini didambakan dalam menentang regulasi yang menyengsarakan mahasiswa.
Persoalan yang semakin rumit terhadap situasi kampus harus segera dihentikan, asas-asas situasi sosial kampus harus di investigasi ulang agar kemudian dapat menemukan insturment perlawanan, metode-metode Perjuangan harus di perhebat, mahasiswa harus menggalang persatuan dengan cara menghidupkan api konsolidasi di setiap lini. Intensifkan segala cara dalam mendistribusikan kesadaran kepada seluruh mahasiswa secara kolektif, demikian juga harus dimasifkan diskursus-diskursus dalam kehidupan kampus, saya rasa dengan cara ini akan terbentuk persatuan mahasiswa. persatuan perjuangan mahasiswa dengan gerakan perlawanan hakikatnya untuk melibas sistematisasi kampus yang menindas dan terus menindas.
Penomena penutupan keran demokrasi lazimnya wujud totaliterianism, pembungkaman sikap kritis mahasiwa sudah lumrah terjadi dengan berbagai alat yang dipersenjatai oleh kepentingan-kepentingan pihak kelas berkuasa bahkan sampai keakar-akarnya. Pihak kampus seringkali menutup informasi kampus, mempreksekusi jika ada yang mendokumentasikan info tersebut. Di sisi lain dengan segala upaya birokrasi kampus membalut lini informasi sebagai upaya untuk menutup kebokbrokan kampus, jika ada yang meminta transparansi publik soal data-data kampus pasti akan berimbas pada persoalan-persoalan mahasiswanya sendiri, maka tidak heran mahasiswa seringkali mempertanyakan problemtika sepertk ini, berarti kita bisa tarik kesimpulan bahwa ada kebohongan yang hendak di sembunyikan oleh kampus. Maka tugas mahasiswa untuk menggali kebohongan ini sampai ke akar-akarnya agar terwujud kebenaran yang menempatkan adil sebagai jalan utama mahasiswa.
Kemudian yang menjadi catatan penting adalah persatuan yang dibangun ini sifatnya menyeluruh, jangan sampai kemudian menimbulkan konflik horizontal mahasiswa, artinya kesadaran yang dimaksud penulis merupakan kesadaran yang dibangun melalui satu Freeming yang sama, konsekuensi gerakan seluruhnya harus paham dan jadikanlah hal tersebut sebagai kekuatan, karena tidak dipungkiri konsekuensi tersebut pasti akan ada, tapi dalam persatuan tidak akan ada yang mengalahkan kekuatan mahasiswa, kuncinya bangun persatuan secara utuh dan kokoh. Khususnya dilungkup suatu universitas umumnya bangun persatuan nasional.
Saat ini di tahun 2019 memasuki fase bergerumulnya Mahasiswa Baru, dengan dibukanya tahun ajaran baru merupakan momentum dalam meningkatkan kuantitas Massa, hal ini harus dibarengi dengan distribusi kesadaran jangan sampai kemudian senioritas kampus menyekat dirinya dalam ketololan yang dipalsukan, tidak ada perbudakan dan penindasan dalam konteks skatisasi senior dan junior, justru senior mempunyai peran penting dalam menggalang kesadaran untuk melibas sistemiknya persoalan kampus.
Mahasiswa baru harus segera diselamatkan dan dibuatkan ruang-ruang kritis. Mobilisir seluruh yang tercecer dengan fitur agitasi dan propaganda, satukan elment mahasiswa dengan cara ponisisasi mereka terhadap asas dan fungsi mahasiswa. Lazimnya aktifkan literasi dalam segala sektor. Dengan ini Niscaya perubahan akan menjadi kemenangan mutlak mahasiswa, sistem yang menindas harus dihengkangkan dari dunia pendidikan
Penulis: ZezenGie