Kisah Pilu Zahra, Seorang Siswi Smp yang Tidak Makan Selama Dua Hari

Dokumentasi saat memberikan bantuan kepada keluarga Zahra


Satu kisah pilu datang dari seorang Gadis berusia 13 tahun di salah satu desa yang terletak di Kecamatan Gunung Kaler Kabupaten Tangerang. Pilu, karena seorang gadis yang diketahui masih SMP tersebut tidak makan selama dua hari karena kondisi ekonomi keluarga yang sulit dan mencekik. Diketahui gadis naif itu bernama Zahra.

Zahra adalah anak kedua dari 3 (Tiga) bersaudara pasangan dari Ahmad Yani dan Sri Rezeki. Sejak sang ayah bercerai dengan sang istri 8 tahun lalu, Zahra tinggal bersama ayahnya di Kp. Masigit Desa Cibetok Kecamatan Gunung Kaler Tangerang. Sedangkan kakak dan adiknya tinggal bersama ibunya di Pasar Minggu Jakarta. Ayah Zahra penyandang cacat dan sudah sejak tahun 2010 sakit TBC Tulang. Dia tidak bisa lagi bekerja akibat penyakit yang diidapnya tersebut. Bahkan, untuk berjalanpun harus memakai tongkat. Untuk biaya hidup sehari-hari, Bapak Yani hanya mengandalkan belas kasih dari para sanak saudara dan tetangga-tetangga disekelilingnya.

Di era serba keterbukaan seperti sekarang dimana informasi sudah sangat mudah untuk diakses, tidak selayaknya busung lapar terjadi di bumi pertiwi ini. Namun mengapa terjadi, dimana Pemerentah, kemana mereka?
Dalam kondisi rakyat terjepit dan serba sulit sedemikian rupa, ekonomi menjadi penyebab utama mengapa Zahra dan keluarganya harus tercekik oleh kemiskinan itu. Supaya terlepas dari belenggu kemiskinan, Konstitusi mengamanatkan agar Negara untuk hadir menjamin kebutuhan-kebutuhan  dasar rakyatnya seperti kebutuhan pokok dalam bentuk makanan dan pendidikan.

Setelah panjang lebar saya berbincang-bincang dengan bapak Yani, beliau mengaku mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat hanya dalam bentuk bantuan Raskin (Beras Miskin) dan itu pun diperoleh hanya satu kali dalam satu bulan. Upaya tersebut dinilai  secara kemanusiaan tentu saja belum bisa membantu kesulitan ekonomi yang dihadapi bapak Yani yang terpaksa tidak bekerja karena penyakitnya. Pemerintah setempat seakan tidak peduli dan terkesan lalai dalam memberikan rasa aman bagi rakyatnya dalam urusan kebutuhan dasar. Tidak meleknya pemerentah memaksa bapak Yani harus berjuang untuk mengatasi kebutuhan dasarnya diatas tubuh yang tidak bisa berfungsi normal akibat penyakitnya dan terpaksa harus menunggu belas kasihan dari para tetangga dan sanak saudaranya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Keseriusan pemerentah tentu saja harus dipertanyakan dalam mengentaskan persoalan persoalan yang pokok yang menimpa rakyatnya, dan kasus yang menimpa pada Zahra telah menjawab secara Objektif bahwa pemerentah lupa dan terlena dengan tanggung jawabnya untuk mengayomi dan memberi kemakmuran pada segenap rakyatnya. Agar bisa betul betul bisa mengayomi rakyat, tentu saja pemerentah tidak cukup datang 1 (satu) kali ketika hanya akan ada pergantian kekuasaan yang terselenggara selama 1 (satu) kali dalam lima tahunan, bahwa keluh kesah dan busung lapar rakyat bisa datang setiap saat, bahwa kemiskinan selalu dekat dan mengintimidasi kehidupan, dan sejak tragedi itu terjadi secara mendadak ataupun tidak, pemerintah harus hadir melepaskan belenggu-belenggu yang mencekik tersebut.

Hadirnya pemerentah sebetulnya yang terpenting adalah tidak melulu hadir ketika satu tragedi sudah memenuhi jagat maya yang sifatnya itu sebatas untuk menutupi aib buruknya sebagai penguasa yang jorok mengurus rakyatnya. Kemakmuran dan kesejahteraan yang ada harus dijaga dan didistribusikan secara tidak henti-hentinya agar harkat kemanusiaan setiap orang tidak direndahkan. Seyogyanya, Zahra, sebagai juga warga negara layaknya dengan rakyat yang lain, perlu pula diperhatikan secara serius oleh pemerentah dan penyakit yang melekat pada ayahnya perlu juga ditangani serius.

Hal ini kita dapat simpulkan bahwa pemerintah belum memiliki upaya yang signifikan dalam mengatasi kesenjangan sosial dan biaya Rumah Sakit  yang sangat tinggi juga masih menjadi polemik yang besar bagi rakyat miskin seharusnya pemerintah ber upaya untuk megatasi permasalahan kesenjangan sosial dan biaya kesehatan yang sangat mahal, pemerintah bukan hanya mengurusi infrastruktur akan tetapi kesejahteraan dan keadilan juga harus di selesaikan permasalahannya.


Reporter: Abroh Nurul Fikri Anggota Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) uin banten
Editor : Syamsul Ma'arief
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url